Skip to main content

Menua, Menjadi Tua ...

 


Oh hai… Malam ini, di tengah-tengah laptop yang lagi buka file bahan ajar, RPS dan revisi skripsi (gaya loe.. ), tetiba ada notif dari Nonon. Kenalin, Nonon ini adalah kawan di circle terdekat aku yang super duper kreatif. Dan tentunya, nonon ini adalah makhuk yang selalu mau aku ajak ngobrol ngalor-ngidul (termasuk selalu mau diajak ngobrolin dari mulai hal mistis sampe bahasan sejarah yang selalu bikin kawan lain pengen bubar jalan). Anyways… nonon ini punya blog, dan nulisnya rajin (nggak kayak aku). Karena notif dari Nonon ini, akupun terdistraksi, ya sudahlah… toh nggak setiap saat, otak juga butuh istirahat.

Lepas magrib tadi nonon tiba-tiba tag aku di Instastorynya. Ternyata, isinya adalah screenshot tulisan yang pernah aku buat sebelas tahun lalu di Facebook. Yup, tulisan yang ditulis pada saat energi lagi banyak-banyaknya, hati lagi galau-galaunya, otak lagi mumet-mumetnya mikirin masa depan, haha

Dan sejujurnya… aku kaget aku pernah nulis begituan, Hahaha…

Aku jadi inget, dulu.. tulisan itu dibuat dari hasil ngobrol online bareng temenku namanya Teguh dan temennya Teguh namanya Raka. Jadi, awalnya Teguh ngajakin aku buat nulis email berantai antara Teguh, Aku, Raka dan temen mereka namanya Kartika. Email ini adalah email random dimana kita diperbolehkan buat nulis apa aja semau kita, apapun yang ada di kepala. Semuanya berawal dari tulisan Teguh yang ini…

 

Dan… please allow me to share a bit of what Raka wrote back then

 



 

Mind-blowing bukan? Saat itu kami bahkan belum genap dua puluh tahun. Tapi kami senang berbagi banyak tentang hidup dan kehidupan. Oh man.. how I miss that kind of deep talk... (Btw, Teguh dan Raka.. kalo kalian baca ini, makasih yah pernah bisa ngobrol seseru itu).

Mungkin… semakin menua kita mulai lupa dengan hal-hal kecil yang biasa kita suka. Bukan karena sengaja dilupakan, tepi lebih karena kita dituntut untuk memenuhi apa yang orang bilang ‘prioritas’. Kita (mungkin aku) setiap harinya tertuntut untuk memenuhi ‘sesuatu’ sampai lupa untuk sekedar menikmati hidup sendiri. Makin hari hidup makin berasa seperti ‘pemenuhan rutinitas’. Yang penting kerjaan selesai, ya udah.. mau apa lagi?

Aku jadi ingat, dua belas tahun lalu, aku selalu excited ketika aku bisa ketemu dan ngobrol banyak hal sama orang. Well.. aku memang nggak seneng berada di tengah-tengah banyak orang, tapi aku akan super excited ketika aku bisa ngobrol banyak sama orang. Dulu aku sering menghabiskan waktu di internet cuma buat ngobrol random sama orang. Buat aku ini menyenangkan. Aku jadi berpikir, apa mungkin ketika muda obrolan itu terasa menyenangkan karena kita memang tidak terbebani apapun? Ketika menua kita mulai punya hal-hal yang dulunya tidak kita punya, akhirnya… obrolan menjadi kurang menyenangkan karena akhirnya yang dibahas adalah ‘kepentingan’.

Tidak bisa aku dipungkiri juga, semakin tua pertemanan semakin menyempit. Aku tentu punya circle pertemanan yang selalu bisa aku ajak ngobrol. Tapi gara-gara corona, kami jadi jarang ketemu. Belum lagi, teman-temanku juga punya hidup. Meskipun mereka pasti mau, aku tak tega mengganggu mereka cuma buat aku ajak ngobrol ngalor ngidul.

Yah... hidup memang terus bergerak, manusia juga berubah. Pada akhirnya, kita hanya akan bergravitasi pada yang memang sekubu. Kita (atau mungkin hanya aku) perlahan kehilangan orang yang biasa kita ajak berbicara, atau bahkan mungkin kita (atau mungkin aku) perlahan menganggap berbicara dan berbagi tidak lagi esensial. Ah sudahlah, sepertinya aku hanya harus buka facebook lagi…

Terima kasih Non, blog ini akhirnya diupdate.

Tulisan ini kok serius yah? Udah ah, ntar makin kemana-mana. Aku mungkin memang benar-benar butuh piknik saat ini.


Comments

Popular posts from this blog

Half Time: Mari Berjeda

  Udah dua minggu lebih ini aku nggak buka Instagram (Yey!! Ternyata aku bisa, hahaha... *aku bangga 😎 ). Bukan apa-apa, terakhir aku buka, alogaritma Instagramku nggak baik. Selain itu, baru aku sadari kalo kapasitas kepalaku saat ini ternyata tidak cukup punya banyak ruang kosong untuk menampung pikiran-pikiran baru (yang lama-lama buang makanya jangan ditampung terus,  Malih!!!).  Di samping itu, terakhir kali aku  log in,  aku sedang ada di mode harus mengurusi dan menyelesaikan banyak hal, dan kebetulan berbarengan dengan datangnya masa  premenstrual syndrome  (tau sendiri kan perempuan kalo lagi PMS rasanya gimana, orang nafas aja bisa jadi salah  😅 ). Semua hal itu tentunya adalah kombinasi ciamik untuk membuat diri merasa begitu buruk ketika kena alogaritma Instagram yang tidak terlalu baik. Bawaannya bikin  mood drop  dan akhirnya  overthinking . Ujung-ujungnya tanpa sadar  negative vibes ku  leaking  ...

Obrolan Kecil Bersama Ibu dan Bapak

Suatu kali.. di sela seruputan kopi pagiku, aku bilang pada Ibu dan Bapak: "Hidupku kok sepertinya selalu berputar di lingkaran yang itu-itu saja yah. Polanya tetap sama. Rasanya bahkan aku tidak ingin mengupayakan apapun. Ibaratnya kalau ada orang bilang kalau ayam itu kakinya tiga dan bisa terbang lebih tinggi dari elang,  aku sama sekali sudah tak punya keinginan untuk sanggah. Pasti ku jawab iya. Energiku rasanya habis bahkan untuk meluruskan common sense sederhana seperti itu"  Lalu... tiba-tiba ibu bilang: "Kamu itu nanti pasti bertemu badai, badaimu di depan nanti pasti lebih kencang. Kalau dengan angin kecil begini saja kamu kalah, nanti bagaimana kamu sanggup melawan badai?" Lalu Ibu melanjutkan: "Kemana yah perginya anak perempuan ibu yang biasanya tangguh dan pantang menyerah itu?" Tidak lama Bapak bergumam pelan: "Kamu itu tidak sabaran. Percaya saja waktunya Tuhan. Kalau sudah waktunya Tuhan, siapa yang bisa menahan lajunya." Dan aku...

Pada Tuhan dan Tuan

  Tuhan… Seringkali aku keliru Aku tak mampu mencari tahu Mana suara-Mu, mana suara yang lain Aku tak tahu Apa Kau yang berkata maju Atau yang lain sedang menyuruhku Apa Engkau yang mematahkanku Atau yang lain sedang mengganggu alam pikirku   Tuhan… Seringkali aku katakan aku kecewa Bukan… mungkin aku belum mengerti Mungkin aku marah Tidak, aku hanya tidak mengerti   Tuhan dan Tuan… Mereka berkata padaku Setiap kami dibentuk dari rusuk Adam Lalu Tuhan… Kenapa tak Kau kembalikan saja aku pada pemilikku? Pada yang memang berhak menjadi rumahku Aku lelah, Tuan… Harus selalu bertamu pada rumah yang bukan tempatku Aku ingin pulang, Pada rumah yang memang seharusnya menaungiku   Oh… mereka katakan padaku Aku perlu mempelajari banyak hal lebih dulu Menyelesaikan semua mata pelajaranku Sebisaku tentu Namun, mereka berkata padaku Halaman bukuku masih banyak Aku tidak pernah benar-benar tahu Seberapa tebal buku ...