Skip to main content

Being an extroverted-introvert


"Introvert itu…  pendiam, pemalu, anti-sosial, kutu buku, culun dll"
Hmmm, biar saya luruskan..  Sebenernya, being introvert doesn’t make you anti-social, It’s just that you see the world in a different way. While the extroverts love to be surrounded by people, the introverts treasure their alone time. Does it mean the introverts hate people or the world? No, we don’t. We don’t hate people or even the world. This is just our way of lovin’ them J

So, what is an extroverted-introvert?

Extroverted-Introvert atau bisa dibilang 'an easy going introvert' adalah seorang introvert yang ‘able to deal with the extroverted life’. Gini.. dalam kasus saya, saya sadar dari sejak kecil kalo saya ini sejatinya adalah seorang introvert. Tapi kemudian, Tuhan menakdirkan saya untuk hidup di lingkungan yang sangat extrovert. Keluarga besar saya adalah orang-orang yang tidak bisa hidup tanpa ‘ngariung’. Segala hal harus dilakukan bersama-sama. Kadang, pilihan jodohpun ikut dipertimbangkan atas dasar apakah nanti setelah menikah, anggota keluarga mereka masih bisa ‘ngariung’ atau tidak. Pindah rumahpun kadang dipersulit dengan alasan nanti nggak bisa ‘ngariung’ lagi. Yup, begitulah..

Lalu.. Takdir Tuhan membawa saya masuk ke sebuah pesantren di mana tentu, saya harus hidup bersama-sama dengan teman lainnnya. Saya harus menghabiskan 24 jam hidup saya berbagi dengan teman-teman saya. Kami makan bareng, tidur bareng, belajar bareng, ngantri di kamar mandi bareng, sepiring bareng, semuanya serba bareng.  So.. see? Saya ditarik masuk ke dalam dunia orang-orang extrovert.

Tapi apa itu kemudian mengubah saya menjadi seorang extrovert?. Nope… saya sendiri masihlah si introvert. Saya masih lebih senang menghabiskan waktu luang saya sendirian, di atas kasur dengan buku, laptop, pertandingan bola, musik atau apapun yang bisa bikin hidup saya bahagia. Ya, memang kadang saya juga kumpul sama temen-temen, tapi frekuensi kumpulnya pun tidak sering. Saya juga masih merasa sangat ‘keberatan’ ketika harus menceritakan masalah saya. Saya hidup dengan prinsip ‘Nasib adalah kesunyian masing-masing’ –nya Chairil Anwar. Kalaupun pada akhirnya saya curhat, itu terbatas hanya pada orang-orang yang benar-benar saya percaya. Kebanyakan, saya baru bisa cerita hanya ketika masalah/cerita itu sudah tidak punya ‘special attachment’ dengan hidup saya. Atau mungkin saat akhirnya saya sudah bisa berdamai dengan keadaan dan memaafkan diri saya sendiri (trust me! forgiving yourself is way harder than forgiving others). Pun, ketika saya diam atau sedang berbicara dengan orang lain, otak saya nggak bisa berhenti berpikir tentang banyak hal yang sebenarnya random. Tapi begitulah…

Nah, karena ditarik masuk ke zona orang-orang extrovert itulah akhirnya sayapun mengadopsi beberapa karakteristik orang-orang extrovert. Orang mungkin akan menyangka saya ini extrovert karena ketika saya harus bersama orang banyak, saya bisa membaur dengan baik. As if I’m one of them. And oh.. by the way, saya adalah introvert tipe INFJ yang katanya, tipe ini memang sering disalah artikan sebagai extrovert.

Mungkin ambivert?


Saya pribadi lebih menyukai istilah 'extroverted-introvert' daripada ambivert. Kenapa? Karena menurut penafsiran saya, istilah ‘extroverted-introvert’ tetap menegaskan keintrovertan seseorang. Sedangkan ambivert buat saya, lebih memperlihatkan keseimbangan antara keintrovertan dan keextrovertan seseorang. Mungkin sekitar 50% extrovert and 50% introvert lah yah.

Anyways.. kalo mau cek introvert apa extrovert, bisa coba di sini 

Comments

  1. Hasyiikkk ... Inspired me to write 'why I'd like to took online psychology test and digging up about zodiac everytime I have nothing to do'

    💙💙💙

    ReplyDelete
    Replies
    1. The more you understand yourself, the more you'll be able to love yourself
      And the more you love yourself, the more you'll appreciate your life, eisshhh.. hasyyyiiikk, hahaha

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Nijmegen, Kota Kecil yang Bikin Susah Move On

Jadi.. tadi malam, sebelum tidur, iseng-iseng saya buka instagramnya gemeente Nijmegen. Gemeente itu mungkin kalo di kita sama kayak pemerintah kota mungkin yah. Di akun instagram itu, baru aja diupload foto terkini Nijmegen. Lagi bersalju, cantik banget. Well.. mungkin nggak banyak yang tau Nijmegen itu adanya di mana. Tempatnya emang nggak setenar kota-kota cetar di Eropa macam Amsterdam, Paris, Roma atau mungkin Berlin. Tapi jangan salah, Nijmegen itu punya mantra sendiri yang bisa bikin orang nggak bisa move on . Ehm.. dulu saya itu pernah jadi warga Nijmegen. Nggak lama sih, cuma setaun. Waktu itu saya tinggal di sana buat nerusin kuliah saya. Saya inget, pas dulu saya baru pulang ke Indonesia terus ketemu orang-orang baru, mereka itu nanyanya nggak jauh-jauh dari: “Dulu di Belandanya di mana?” “di Nijmegen”  “Hmm.. Nijmegen itu di sebelah mananya Amsterdam yah ?” Atau bahkan ada yang nanya “Emang ada yah di Belanda kota yang namanya Nijmegen?” Bahkan yang

Tentang Berlebaran (Mumpung Masih Syawal)

Sebenernya tulisan ini dirintis ditulis dari beberapa hari sebelum takbiran dan lebaran kemaren gegara efek dengerin podcastnya Milenial Islami di Inspigo. Waktu itu, kebetulan bahasannya lagi tentang berlebaran di luar negeri. Tapi akhirnya, tulisan ini baru bisa diselesaikan lima menit yang lalu dan di publish hari ini, berminggu-minggu setelah lebaran usai (yang penting masih bulan Syawal   kan yah, kan katanya bulan Syawal itu bulan banyak berkah makanya banyak yang nikah, eh ). Waktu itu males nerusin tulisan ini karena dunia perjagadmayaan keburu rusuh dan bikin gerah. Aku sempet uninstall Twitter dan Instagram untuk beberapa saat karena mumet liat makhluk Tuhan pada berantem terus gegara perhelatan copras-capres (Padahal percayalah kawan, berantem   khususnya berantem di medsos nggak bikin kita kenyang, yang ada jempol bareuh dan ngajebragan ) Jadi ceritanya begini, setelah lebih dari ribuan purnama aku hidup di dunia, baru di Lebaran taun ini aku baru ngerasain lagi spe

Makasih yah 2023, Hai Hallo 2024!

Sponsored by kerikil skenanya Kopitagram Bandung Hi! Lama tak jumpa. Tau nggak, huruf pertama tulisan ini aku tulis di 00.00 menuju tahun 2024 (penting banget ya?). Kesannya kayak disengajain banget yah biar dapet momennya. Padahal sebenernya nggak juga lo. Sebenernya aku nulis karena aku nggak bisa tidur (padahal udah rencana banget tidur cepet biar pagi di tahun baru bisa ku isi dengan ngerutinin jogging pagi lagi). Tapi ya mau gimana, matanya nggak mau merem. Sebenernya juga tiga bulan belakangan jadwal tidurku balik kacau. Ini ngefek juga ke rutinitasku yang lain (yang tadinya udah mulai kek orang sehat dan bener, haha). Aku mulai sering skip olahraga, makan berantakan, ngopi tiap hari dan berakhir dengan mata panda yang makin kentara (gimana mau glowing coba? Katanya kau mau glowing hey!). Oke, selagi rang-o-rang pada dar der dor di luar sana, mari kita recap tahun 2023 kemaren yah (sebulan lalu Vici bilang supaya aku mulai harus rajin nulis jurnal akademik , biar kalo lagi